Virginia, MedanKini.Net - Wacana pemerintah Indonesia untuk mencabut atau mengurangi subsidi BBM ikut mendapat sorotan dari ekonom Johns Hopkins University.
Steve H. Hanke seorang Pakar Ekonomi Terapan Johns Hopkins University mengatakan "Saya tahu ini topik sensitif, tetapi cara terbaik menghapus subsidi adalah ketika harga BBM rendah, tidak ketika harganya tinggi."
Steve Hanke sempat menjadi penasehat ekonomi Presiden Soeharto akhir 1990an saat rencana pengurangan subsidi memicu gelombang demo. Menurutnya pencabutan atau pengurangan subsidi kali ini sebaiknya menunggu hingga harga minyak mencapai titik terendah dan Indonesia juga perlu memperhatikan penyebab inflasi lainnya.
"Inflasi disebabkan oleh perubahan pada suplai uang yang diedarkan oleh Bank Indonesia. Ini tidak ada hubungannya dengan harga bensin. Tingkat inflasi hanya 4,94%, salah satu yang terendah di dunia, tidak banyak. Inflasi di Jepang 2,6%, Swiss 3,4%, dan Tiongkok 2,7%." Ujar Steve.
Bank Indonesia menargetkan laju inflasi 3,3%. Berdasarkan perhitungan Departemen Keuangan Republik Indonesia bila subsidi BBM tidak dikurangi, khususnya untuk jenis solar dan pertalite, maka anggaran subsidi energi dalam APBN 2022 bisa membengkak dari 170 triliun rupiah menjadi 502 triliun rupiah, peningkatan hampir 3 kali lipat. Tapi Steve dan pengamat lainnya menilai penghematan anggaran bisa dilakukan bukan dengan mengurangi anggaran subsidi. Misalnya lewat pembenahan distribusi dan tata niaga.
Tauhid Ahmad dari INDEF mengatakan "Menurut kita dari sisi distribusi, menurut saya harus diperbaiki atau kekurangan, terutama dari, kalau daya beli masyarakat digambarkan oleh Consumption penduduk itu bagus, tumbuhnya diatas 2%, tetapi investasi masyarakat sekitar 3%, yang sangat menyedihkan adalah dari sisi Government Spending itu -5%."
Wacana lain adalah memanfaatkan lonjakan harga batubara internasional.
Kurtubi Seorang Pengamat Energi mengatakan "Sehingga saran saya untuk menolong APBN yang ketiban beban subsidi BBM dan Elpiji sampai 5ooan triliun. Naikkan prosentase pajak dan prosentase royalti atau PNBP dari penambangan batubara."
Menurut proyeksi DPR RI kenaikan harga BBM akibat penghapusan subsidi akan meningkatkan inflasi Indonesia ke kisaran 6 hingga 7 Persen. Angka ini cukup tinggi, meski tak setinggi Eropa dan Amerika Serikat yang kini mengalami inflasi pada kisaran 8%, juga karena lonjakan harga energi. Untuk memitigasi dampak energi pada warga paling rentan, pemerintah Indonesia menaikkan subsidi ke Bansos sebesar 24,17 triliun rupiah. (VOA/Mkn)