Nias Selatan, MedanKini.Net - Pulau Tello, Kecamatan Pulau-pulau Batu, Kabupaten Nias Selatan masuk dalam Daftar Daerah 3T (Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar). Siapa yang menyangka, di pulau ini ternyata pernah bermukim sahabat Panglima Soedirman yang menjadi utusan hubungan luar negeri. Bahkan karena gerakannya yang dahsyat memperjuangkan Negara Republik Indonesia, tahun 1926 Pulau Tello dan Pulau-pulau batu yang sebelumnya afdeling Padang dipindahkan menjadi afdeling Tapanuli.
“Di Pulau Tello ini, ada 4 Syech terkemuka dan para pahlawan besar yang Namanya tidak pernah terungkap. Muhammad Said Noor dan abangnya Muhammad Rudin yang sebenarnya masih punya hubungan kekerabatan dengan Soetan Sjahrir, Perdana Menteri Indonesia pertama dan Mohammad Natsir, Perdana Menteri Indonesia ke-5,” kata Muchrid “Coki” Nasution saat mengunjungi Pulau Tello Bersama H. Dedi Iskandar Batubara, Dewan Perwakilan Daerah Sumatera Utara, dan anggota DPRD Sumut, Dedi Iskandar dan Darwin Marpaung, pekan lalu.
Sambil memperlihatkan Tarombo keluarga Kerajaan Natal, Muchrid “Coki’ Nasution juga memperlihatkan Surat Kuasa No. 17/PB/SK/IV/49 yang isinya
“Kami Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia, memberikan kuasa kepada :
1.Tuan M. Said Noor
2.Tuan Kapten Subroto Kusmardy
Untuk mentjari serta mendapatkan hubungan baik dengan negara-negara tetangga, serta negara-negara lainnja jang bersyimphaty pada perdjoeangan bangsa Indonesia. Untuk mendapat bantuan sependek-pendeknya- tulisan tak terbaca- perdjoeangan bangsa Indonesia dalam menghantjoerkan Kolonial Imperialis, agar segera terlaksana dunia aman, adil dan Makmur.
Semoga tuan-tuan yang mendapat surat kuasa kami ini, diterima baik oleh teman-teman diluar Negri.
Ditempat, 17 April 1949
Panglima Besar Angkatan Perang Republik Indonesia
Letnan Djendral Soedirman
Surat yang ditulis tangan Panglima Jendral Soedirman itu diikuti foto yang menerima kuasa.
“Menurut Angku (kakek-red) dan Uci-uci (nenek-red), uyut-uyut kami M. Said Noor dan abangnya M. Rudin sudah menjadi pemberontak Belanda di tahun 1920-an. Abangnya ditangkap Belanda tahun 1927 dan dibuang ke Boven Digoel,” tambah Muchrid “Coki” Nasution.
Nama Boven Digoel yang berarti: Digoel bagian atas atau hulu ini tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan Sungai Digoel di Papua bagian selatan. Boven Digoel dibangun pada tahun 1927 sebagai tempat pembuangan dalam negeri atau interneeringskamp bagi tokoh-tokoh bumi putera yang dianggap berbahaya bagi pemerintah Hindia Belanda Area kamp konsentrasi sebagai tempat pembuangan (interneeringskamp) dibangun pada tanggal 27 Januari 1927 oleh Kapten Infanteri L. Th. Becking dengan mengambil lokasi di tepi Sungai Digoel, di mana kemudian dikenal sebagai Tanah Merah. Kamp konsentrasi di Tanah Merah ini dibangun oleh geinterneerden (orang-orang buangan) yang datang pertama di Boven Digoel.
“Karena menjadi incaran Belanda, buyut kami M. Said Noor akhirnya lari ke Amerika melalui kapal-kapal perdagangan yang melewati Samudera Hindia. Dari Amerika, beliau terus terlibat dalam pergerakan termasuk proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,” tambah Muchrid “Coki” Nasution.
Baru pada, 2 Mei 1948, M. Said Noor pulang ke Indonesia dan bergabung Bersama Jenderal Soedirman.
“Beliau ikut bergerilya bersama Jendral Soedirman hingga akhirnya mendapat tugas khusus untuk hubungan luar negeri. Sayangnya, data-data dan foto-foto beliau dengan Panglima Jenderal Soedirman sudah entah kemana, kami sedang berupaya mencarinya,” jelas Muchrid lagi.
Di hari kemerdekaan 2022, Muchrid “Coki” Nasution berharap, pemerintah melakukan penelitian dokumen sejarah dengan lebih serius agar Pahlawan-pahlawan yang terlupakan bisa diungkap dan menjadi pelajaran sejarah.
“Yang terjadi sekarang ini, anak-anak Pulau Tello sendiri bahkan tidak tau sama sekali tentang hebatnya perjuangan M. Said Noor dan abangnya. Begitu juga di catatan sejaran Kepulauan Nias, kami tidak melihat ada satupun nama orang-orang besar ini tercatat dalam sejarah hebat Kepulauan Nias,” pungkasnya. (Rel)